Alat Musik Tradisional Tifa | CPNS Kutipan


Alat Musik Tradisional Tifa
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

alat musik tifa

Tifa adalah salah satu kekayaan alat musik tradisional yang berasal dari Indonesia bagian Timur yang menjadi identitas diri, khususnya Papua dan Maluku. Alat musik ini biasanya dimainkan oleh para laki-laki dewasa dengan cara dipukul menyerupai gendang.
Tifa yang berasal dari Papua terbuat dari kayu lenggua yang terkenal kuat dan besar. Kayu lenggua ini merupakan kayu dari khas daerah Papua yang dikenal memiliki kualitas nomor satu karena kayunya terkenal sangat tebal dan kuat.
Pertama, kayu lenggua ini dibentuk menyerupai tabung dan memiliki tinggi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan daerahnya. Selanjutnya tifa akan diberikan lubang pada bagian dalam tabungnya agar menghasilkan suara yang nyaring saat ditabuh. Pada salah sisi ujung tifa biasanya akan ditutupi dengan kulit hewan rusa, namun di beberapa daerah ada yang menggunakan kulit biawak ataupun soa-soa yang sudah dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian kulit hewan tersebut dipanaskan hingga tertarik kencang. Semakin kering kulit hewan tersebut semakin kuat dan nyaring suara yang dihasilkan. Setelah itu, ditempelkan juga biji damar agar suasananya semakin nyaring dan merdu. Namun, karena bentuknya yang ramping dan tidak terlalu berat, suara tifa ini terkesan lebih ringan tidak seperti gendang yang suaranya terkesan berat dan berdengung.
Sejarah tifa beragam, tergantung persepsi tiap daerah masing-masing. Masyarakat pedalaman mayoritas tentunya masih erat dengan cerita-cerita mitos yang ada. Konon di suatu daerah di Biak hidup bersaudara laki-laki yang bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Nama mereka pun memiliki arti yang membuat mereka sangat dekat, Fraimun yang artinya perangkat perang yang gagangnya dapat membunuh. Sedangkan Saren artinya busur sedangkan Beyar adalah tali busur yang bermakna anak panah yang terpasang pada busur. Kedua kakak adik ini pergi dari desanya Maryendi karena desanya sudah tenggelam. Mereka berpetualang dan menemukan daerah Wampember yang berada di Biak Utara serta menetap di sana. Ketika mereka sedang berburu di malam hari, mereka menemukan pohon opsur. Opsur sendiri artinya adalah pohon atau kayu yang mengeluarkan suara di tengah hutan. Karena sudah malam, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah dan kembali esok hari. Keesokan harinya mereka kembali mendatangi pohon tersebut. Pohon itu ditinggali oleh lebah madu, soa-soa, biawak, dan binatang-binatang kecil lainnya. Mereka penasaran dengan pohon tersebut dan akhirnya memutuskan untuk menebangnya. Setelah itu, mereka mengeruk dan mengosongkan bagian tengah kayu sehingga menyerupai pipa dengan peralatan seadanya yaitu memakai nibong. Nibong adalah sebuah besi panjang yang ujungnya sangat tajam. Tidak lupa mereka membakar bagian tengah kayu tersebut agar lebih apik. Saat ingin menutupi salah satu isinya mereka berniat untuk memakai kulit paha sang Kakak. Setelah dipertimbangkan, rasanya akan sangat menyakitkan bagi sang Kakak. Akhirnya setelah berunding, mereka memutuskan untuk memakai kulit soa-soa. Penangkapan soa-soa ini pun tidak sembarangan. Mereka memanggil hewan tersebut “Hei, napiri Bo..” secara terus menerus menggunakan bahasa Biak. Soa-soa ini pun mengerti dan seolah-olah mau menyerahkan diri. Akhirnya mereka menguliti soa-soa tersebut dan dipakai untuk menutupi salah satu sisi kayu yang berbentuk pipa. Hasil yang mereka kerjakan tersebut adalah alat musik seperti yang kita kenal sekarang sebagai alat musik tifa.
Pada setiap acara-acara ritual adat hanya para pria dewasa yang diperkenankan untuk memainkan tifa maupun alat musik lainnya sebagai musik ritual. Perempuan sangat dilarang dan hal ini sudah menjadi amanat warisan turun-temurun. Tentu saja hal ini sangat mereka pegang dan turuti sebagai cara untuk menghormati leluhur mereka. Bagi masyarakat pedalaman yang masih kental dengan ritual-ritual adat seperti ini, hal-hal seperti emansipasi wanita yang menjunjung kesejajaran antara pria dan wanita tidak akan kita dapatkan di sini. Bagi mereka, pria merupakan sosok pemimpin yang kuat dan pantas untuk memainkan musik ritual maupun melaksanakan ritual tersebut yang merupakan budaya dan warisan turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Alat musik tifa ini tidak bisa dimainkan oleh semua orang, namun harus mengikuti serangkaian prosedur agar mendapatkan izin dari tetua maupun masyarakat setempat. Kecuali, jika tifa dimainkan sebagai alat musik untuk mengiringi acara pertunjukan musik. Tifa adalah alat musik wajib yang digunakan saat diketahui ada seorang anak dalam kandungan, lahir, dewasa, maupun meninggal dunia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel