Pendekatan Communicative Language Teaching (CLT) | CPNS Kutipan
Kamis, 25 Januari 2018
Edit
Pendekatan Communicative Language Teaching (CLT)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Umumnya communicative language teaching (CLT) dikenal sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, bukan sebagai metode pembelajaran yang dilengkapi dengan prosedur pengajaran yang pasti. Konsep CLT berfokus pada fungsi dan potensi dari suatu bahasa (Richards dan Rodgers, 2007). Sejumlah ahli menginterpretasikan pendekatan CLT dengan cara yang beragam. Menurut Richards dan Rodgers (2007), keragaman interpretasi dari CLT terjadi karena guru dan ahli tentang latar belakang serta tradisi yang berbeda dapat mendefinisikan CLT secara berbeda sehingga menimbulkan interpretasi dan adaptasi yang berbeda pula. Namun, ciri utama dari CLT adalah komunikasi sesuai dengan yang diungkapkan oleh Finocchiaro dan Brumfit (1983) bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
Teori bahasa yang mendasari CLT memandang bahasa sebagai komunikasi. Oleh karena itu, tujuan utama dari CLT adalah mengembangkan kompetensi berkomunikasi (communicative competence). Empat komponen kompetensi berkomunikasi yang diusulkan dalam pendekatan ini, sebagai berikut:
1. Tata bahasa (grammatical)
Hal ini berkaitan dengan pengetahuan tentang kode bahasa, seperti tata bahasa, kosakata, pelafalan, penulisan, dan sebagainya.
2. Sosiolinguistik (sociolinguistic)
Hal ini adalah penggunaan kode sosiokultural dari penggunaan bahasa secara tepat dari kosakata, register, kesopanan, dan gaya bahasa pada konteks tertentu.
3. Wacana (discourse)
Kemampuan untuk menggabungkan struktur bahasa menjadi bacaan yang kohesif, seperti pidato atau puisi.
4. Strategi (strategic)
Pengetahuan mengenai strategi komunikasi, baik verbal maupun nonverbal, yang membantu pelajar dalam mengatasi permasalahan komunikasi dan membuat komunikasi menjadi lebih efisien.
Sejarah awal kemunculan CLT merupakan suatu respons terhadap metode audiolingual. Lebih dari 30 dekade yang lalu, Finnocchhiaro dan Brumfit (1983) telah membuat daftar perinci dan praktis mengenai fitur-fitur dari CLT dan membandingkan dengan metode audiolingualpada tabel berikut:
Aspek
|
Audiolingual
|
CLT
|
Aspek yang ditekankan
|
Lebih mengutamakan susunan dan tata bahasa dibandingkan makna. Menuntut hafalan dialog yang berbasis tata bahasa.
|
Makna dianggap yang terpenting.
|
Belajar bahasa dimaknai sebagai belajar tata bahasa, suara, dan kata.
|
Pembelajaran bahasa merupakan pembelajaran berkomunikasi.
|
|
Pengusaan bahasa dan kuantitas input ditekankan.
|
Komunikasi efektif ditekankan.
|
|
Pelafalan mirip penutur asli diutamakan.
|
Pelafalan yang mudah dipahami (comprehensible pronunciation) diutamakan.
|
|
Tujuan pencapaian yang diinginkan merupakan kompetensi linguistik.
|
Tujuan pencapaian yang diinginkan merupakan kompetensi komunikatif.
|
|
Dalam hal ketetapan tata bahasa, ketetapan merupakan tujuan utama.
|
Kelancaran dan keberterimaan bahasa adalah tujuan utama, ketetapan dinilai bukan dari sudut pandang abstrak, tetapi dalam konteks.
|
|
Kontekstualisasi
|
Unsur-unsur bahasa tidak perlu dikontekstualisasikan.
|
Kontekstualisasi merupakan premis dasar.
|
Teknik pengajaran
|
Drilling merupakan teknik utama.
|
Drilling bisa saja digunakan, tetapi bukan sebagai teknik utama.
|
|
Penjelasan tata bahasa dihindari.
|
Mengakomodasi penjelasan apa pun yang dapat membantu peserta didik bervariasi sesuai dengan usia, minat, dan sebagainya.
|
Aktivitas yang komunikatif hanya muncul setelah proses drilling dan latihan yang keras.
|
Siswa didorong untuk berkomunikasi dari awal.
|
|
Penerjemahan dilarang di level-level awal.
|
Penerjemahan mungkin saja digunakan jika pelajar butuh.
|
|
Membaca dan menulis ditunda sampai siswa menguasai berbicara.
|
Membaca dan menulis dapat dimulai bahkan dari hari pertama jika diinginkan.
|
|
Sistem linguistik bahasa target akan dipelajari melalui pembelajaran mengenai pola-pola sistem tersebut.
|
Cara terbaik mempelajari sistem linguistik bahasa target, yaitu melalui proses berusaha berkomunikasi.
|
|
Bahasa merupakan kebiasaan jadi kesalahan harus dihindari dalam keadaan apapun.
|
Bahasa dibentuk oleh individu melalui uji coba.
|
|
Bahasa pengantar
|
Penggunaan bahasa ibu masih dimaklumi pada saat tertentu.
|
Penggunaan bahasa ibu dilarang.
|
Urutan materi
|
Urutan unit hanya ditentukan oleh kompleksitas bahasa.
|
Urutan unit ditentukan oleh pertimbangan apapun yang menyangkut isi, fungsi, atau makna yang mempertahankan minat.
|
Motivasi belajar
|
Motivasi intrinsik akan muncul dari minat terhadap tata bahasa dari bahasa tersebut.
|
Motivasi intrinsik akan muncul dari minat terhadap apa yang dikemukakan dalam bahasa tersebut.
|
Peran peserta didik
|
Peserta didik diharapkan berinteraksi dengan sistem bahasa yang terkandung dalam materi-materi yang sudah ditentukan.
|
Peserta didik diharapkan untuk berinteraksi dengan orang lain, baik secara langsung, berpasangan, dalam tim, maupun dalam bentuk tulisan.
|
Peran pengajar
|
Guru mengontrol peserta didik dan mencegah mereka melakukan apapun yang bertentangan dengan teori.
|
Guru membantu peserta didik dengan cara memotivasi mereka belajar bahasa.
|
Guru diharapkan menentukan bahasa yang digunakan peserta didik.
|
Guru tidak dapat mengetahui secara tepat bahasa apa yang akan digunakan oleh peserta didik.
|
Selain perbandingan tersebut, Nunan (1991) mengungkapkan prinsip CLT secara ringkas. Berikut adalah prinsip-prinsip CLT:
1. Belajar untuk berkomunikasi melalui interaksi dalam bahasa target sangat ditekankan.
2. Teks autentik dikenalkan dalam situasi belajar.
3. Peserta didik diberi kesempatan untuk fokus, tidak hanya pada bahasa, tetapi juga pada proses manajemen pembelajaran.
4. Siswa dibantu untuk meningkatkan pengalaman pribadi.
5. Pelajaran bahasa dihubungkan dengan kegiatan bahasa di luar kelas.
Brown (2015) juga mengungkapkan ciri-ciri dari CLT, sebagai berikut:
1. Fokus pada semua komponen kompetensi berkomunikasi.
2. Teknik pengajaran didesain untuk mengajar siswa terlibat dalam penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, dan fungsional untuk tujuan yang bermakna.
3. Fokus pada kelancaran dari pemahaman dan produksi makna.
4. Peserta didik pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif dan reseptif dalam konteks yang tanpa persiapan di luar kelas.
5. Peserta didik diberi kesempatan untuk fokus pada proses belajar mereka dengan cara meningkatkan kesadaran mereka tentang gaya belajar dan mengembangkan strategi pemahaman dan pengucapan/penulisan.
6. Peran guru sebagai fasilitator dan pemandu.
7. Siswa berpartisipasi aktif dalam proses belajar mereka.
Referensi
Brown, H. D. (2015). Teaching by Principles. New York: Pearson Education.
Finocchiaro, M. B., & Brumfit, C. (1983). The Functional-National Approach: from Theory to Practice. Oxford: Oxford University Press.
Nunan, D. (1991). Language Teaching Methodology: A Textbook for Teachers. New York: Prentice-Hall.
Richards, J., & Rodgers, T. (2007). Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.