DPR DAN PEMERINTAH SEPAKAT ANGKAT GURU HONORER JADI PPPK SEBELUM MARET TAHUN 2019 | CPNS Kutipan
Rabu, 12 Desember 2018
Edit
SUARAPGRI - Komisi X DPR RI dan pemerintah sepakat menyelesaikan pengangkatan Guru Tenaga Honorer K-II (THK-II) sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi yang telah memenuhi persyaratan sebelum Maret 2019.
Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman PPPK dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Komisi X DPR RI dan pemerintah juga sepakat, penyelesaian untuk Guru THK-II sejumlah 150.669 orang dan yang tidak lolos seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), akan mengikuti seleksi PPPK yang akan dilaksanakan melalui proses seleksi khusus, dengan tetap dilakukan secara ketat.
“Seleksinya akan dilaksanakan melalui proses seleksi khusus, dengan tetap dilakukan pengawasan secara ketat,” kata Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto saat memimpin Rapat Kerja dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Djoko juga menambahkan, skema seleksi PPPK untuk THK-II yang memenuhi kualifikasi S1 dan berusia di atas 35 tahun sejumlah 69.533 orang dan 74.794 orang yang belum memenuhi kualifikasi S1 dapat mengikuti seleksi PPPK berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2018 paling lama Maret 2019," tuturnya.
Selanjutnya, legislator Partai Demokrat itu mengatakan, Komisi X DPR RI dan pemerintah sepakat untuk Guru THK-II yang belum memenuhi persyaratan diberikan kesepakatan untuk menjadi PPPK dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
“Rapat kerja ini digelar untuk mencari solusi atas permasalhan guru honorer. DPR mau pemerintah memberikan kepastian terhadap nasib guru yang tengah lama mengabdikan dirinya untuk bangsa,” imbuhnya.
Mendikbud Muhadjir Effendy juga mengatakan, pemerintah sejatinya akan menjadwalkan rekrutmen guru PPPK pada Februari tahun 2019 mendatang. Pemerintah juga mempertimbangkan kepada guru-guru honorer yang telah bekerja lama.
“Masalah kualitas ini memang pilihan, apakah mau mengabaikan kualitas? Kalau kita ingin mengabaikan kualitas ya memang tidak perlu ada tes," terangnya.
(sumber: dpr.go.id)
Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman PPPK dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Komisi X DPR RI dan pemerintah juga sepakat, penyelesaian untuk Guru THK-II sejumlah 150.669 orang dan yang tidak lolos seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), akan mengikuti seleksi PPPK yang akan dilaksanakan melalui proses seleksi khusus, dengan tetap dilakukan secara ketat.
“Seleksinya akan dilaksanakan melalui proses seleksi khusus, dengan tetap dilakukan pengawasan secara ketat,” kata Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto saat memimpin Rapat Kerja dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Djoko juga menambahkan, skema seleksi PPPK untuk THK-II yang memenuhi kualifikasi S1 dan berusia di atas 35 tahun sejumlah 69.533 orang dan 74.794 orang yang belum memenuhi kualifikasi S1 dapat mengikuti seleksi PPPK berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2018 paling lama Maret 2019," tuturnya.
Selanjutnya, legislator Partai Demokrat itu mengatakan, Komisi X DPR RI dan pemerintah sepakat untuk Guru THK-II yang belum memenuhi persyaratan diberikan kesepakatan untuk menjadi PPPK dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
“Rapat kerja ini digelar untuk mencari solusi atas permasalhan guru honorer. DPR mau pemerintah memberikan kepastian terhadap nasib guru yang tengah lama mengabdikan dirinya untuk bangsa,” imbuhnya.
Mendikbud Muhadjir Effendy juga mengatakan, pemerintah sejatinya akan menjadwalkan rekrutmen guru PPPK pada Februari tahun 2019 mendatang. Pemerintah juga mempertimbangkan kepada guru-guru honorer yang telah bekerja lama.
“Masalah kualitas ini memang pilihan, apakah mau mengabaikan kualitas? Kalau kita ingin mengabaikan kualitas ya memang tidak perlu ada tes," terangnya.
(sumber: dpr.go.id)